Minggu, 28 Juni 2020

Mencetak Pemimpin dari Rumah


“Buah jatuh tak jauh dari pohonnya” ungkapan tersebut pasti sering kita dengar untuk menggambarkan sifat anak tidak jauh dari orangtuanya. Tentunya peribahasa ini tidak sekedar peribahasa yang tanpa makna, dan bila kita kaji melalui ilmu perkembangan kejiwaan anak atau psikologi memang benar adanya. Anak merupakan produk dari genetik orang tua yang berinteraksi dengan lingkungannya. Akan menjadi apa dan siapa anak kita pastinya orang tua punya peran besar bagi masa depannya. Anak adalah seperti anak panah. Dan orang tua seperti busur”, kemana busur diarahkan, maka anak panahlah yang akan mencari sasaran. 
Dewasa ini banyak sekali pergeseran nilai, akibat arus informasi dan teknologi globalisasi, dimana degradasi nilai seperti kenakalan remaja, tawuran pelajar, narkoba, pergaulan bebas, dan tindakan asusila maupun kriminalitas lainnya telah menjadi berita keseharian di banyak media massa. Tentunya berita negatif seperti ini akan membentuk persepsi publik yang semakin memperkeruh keadaan. Karena itu perlu keseimbangan pemberitaan yang bersifat positif seperti berita anak berprestasi, anak berakhlak mulia, anak sebagai penyejuk mata (qurota’ayun), anak yang mampu berbakti kepada orang tua (birul walidain), ataupun berita – berita  baik yang lain yang mampu membangun persepsi positif bagi publik. Salah satu upayanya adalah keberadaan artikel dengan tema-tema pendidikan anak di keluarga yang menarik. Hal ini bertujuan memberikan sebuah stimulasi bagi para pendidik untuk dapat memberikan ide bersama bagaimana pendidikan yang ideal bagi perkembangan karakter anak, terutama menyiapkan anak sebagai generasi pemimpin masa depan yang lebih baik. 
Kata “pemimpin” sering kita dengar yakni pemimpin negara. Pemimpin sebenarnya bukan hanya pemimpin dalam skala besar seperti pemimpin bangsa, namun pemimpin dalam skala kecilpun seperti keluarga, juga disebut sebagai pemimpin. Justru kepemimpinan dalam keluarga sangatlah penting sebagai pondasi suatu bangsa, seperti ungkapan “thinks globally act localy” bertindaklah dari diri sendiri dan berpikir secara besar. Semua berawal dari diri kita sendiri, seterusnya adalah keluarga, masyarakat, dan bangsa. Tidak banyak yang memperhatikan bahwa sesungguhnya apa yang besar selalu berawal dari yang kecil. Dalam Hadits, Rasulullah saw bersabda: 
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 2554 dan Muslim no. 1829)
Mengapa kepemimpinan perlu dicetak dari keluarga? Tentunya setiap pemimpin pasti lahir dari keluarga dan orang tua sebagai kepala keluarga memiliki peran mendidik di masa tumbuh kembangnya anak. Anak juga memerlukan orang tua sebagai teladanan atau role model. Hal ini menjadikan keluarga dapat memberikan habituasi yang baik bagi tumbuh kembangnya anak. Seperti teori piramida kebutuhan dari Maslow, kebutuhan dasar manusia adalah terpenuhinya kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, dan tempat tinggal; yang kedua adalah kebutuhan rasa aman, seperti bebas dari ancaman; yang ketiga kebutuhan sosial, yakni memiliki teman;  dan yang keempat adalah kebutuhan penghargaan, seperti hadiah dan pujian; serta yang terakhir adalah kebutuhan beraktualisasi diri seperti mencari jati diri. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anak tersebut,  jika salah satu kebutuhan tersebut tidak terpenuhi seperti kebutuhan anak merasa dicintai tidak ada ini menimbulkan kekosongan rasa cinta, ibarat tangki yang mengalami kebocoran, sehingga butuh air yang mengisi. 
Jika kita tinjau dari perkembangan biologis anak, ada beberapa tahapan perkembangan, Perkembangan otak anak dimulai dari batang otak "triune brain" ini berperan untuk survival yang menjadi dasar piramida kebutuhan manusia yakni kebutuhan biologi-jasmani, seperti bayi akan menangis jika merasa lapar dan haus, perkembangan selanjutnya diiringi "limbic sistem" di otak tengah atau otak mamalia (perkembangan emosi) yaitu anak membutuhkan rasa aman, penerimaan, kasih sayang dan penghargaan. Selanjutnya perkembangan otak insani (neocortex) akan menjadi nyata saat memasuki masa baligh yakni berkemampuan logis, kritis, analitik dan diagnostik, sehingga seseorang akan memiliki puncak kebutuhan berupa aktualisasi diri dan akan mencari jati dirinya. 
Pertama semenjak anak baru dilahirkan diibaratkan seperti kertas putih, akan menjadi tulisan seperti apa, maka orang tua sangat berperan, karena semenjak lahir pada sistem saraf otak anak belum terbentuk sinapsis atau hubungan saraf, karena itu perlu stimulasi dari orang tua sehingga sinapsis di otak tersambung dan anak dapat menjadi seorang pembelajar yang cerdas. Anak di usia ini masih dominan menggunakan pikiran bawah sadarnya sehingga mudah meniru dari orang tua. Sehingga orang tua merupakan cerminan bagi anak seperti ungkapan puisi dari Dorothy Law Nolte, Ph. seorang pendidik dan ahli konseling keluarga dengan judul puisi  Anak-anak Belajar dari Kehidupannya, yang isi puisinya di bawah ini :
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan.
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Dalam hadist juga telah disebutkan “Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi” . Jadi dari sini bisa diambil sebuah kesimpulan bahwa orang tua merupakan pondasi pembentuk keyakinan anak, penanaman nilai anak serta orang tua berperan pembentukan karakter anak pada usia ini. Anak cenderung tidak mengkritisi perintah orang tua. 
Orang tua memberikan figur ketauladanan, pendidikan tidak hanya transfer knowledge melainkan juga transfer value, yaitu transfer nilai seperti karakter. Di usia masa puber, anak mulai memperhatikan penampilan diri dan tertarik dengan lawan jenis, sehingga orang tua perlu memperhatikan pergaulan anak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pena diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan: [1] orang yang tidur sampai dia bangun, [2] anak kecil sampai mimpi basah (baligh) dan [3] orang gila sampai ia kembali sadar (berakal).” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Jadi semenjak anak sudah baligh maka akan dimintai pertanggung jawaban. Manusia adalah sosok yang berperan penting dalam kehidupan dan segala apa yang diperbuatnya selalu ada konsekuensi. Sebagaimana fungsinya manusia ditugaskan sebagai khalifah di bumi ini dan semua perbuatannya tak dapat lepas dari pertanggung jawaban. “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” 
Kesuksesan seorang anak di masa depan dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritual. Namun kecerdasan intelektual hanya berperan tidak lebih dari 20 % untuk kesuksesan anak.  Apalagi untuk membentuk anak menjadi pemimpin masa depan, faktor attitude (karakter) adalah paling dominan untuk kepemimpinan, seperti integritas, kejujuran, empati, akhlakul karimah, dan kecerdasan emosi lainnya. Nilai yang perlu ditanamkan bagi anak dari orang tua adalah seperti adab dan kebiasaan, contohnya rasa damai, syukur, peduli, jujur, amanah, disiplin, kebersamaan, rendah hati, sabar, dan ikhlas. Dengan penanaman nilai tersebut bagi anak akan mendukung pembentukan karakter bagi anak untuk melahirkan pemimpin masa depan yang paripurna dari rumah. 
Ayah maupun ibu bisa berbagi peran dalam pendidikan anak di rumah.  Ayah menjadi role model inspirasi dalam berucap dan bertindak tanduk, arif, santun, dan bijaksana. Ibu pun demikian, menjadi tokoh idola dalam kelembutan hati dan kasih sayang sehingga anak akan menyaksikan keteladan hidup dalam rumah. Karakter seorang anak sebenarnya merupakan hasil perpaduan antar nature dan nurture. Nature adalah pembawaan genetis anak sebagai warisan dari orang tuanya  sedangkan nurture adalah lingkungan yang mewarnai dimulai dari keluarga, saudara, sahabat, guru serta orang lain yang diterima anak pada masa kehidupannya. 
Mari kita berikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak kita dalam tumbuh kembangnya
orang tua sebagai figur teladan di dukung lingkungan pembentuk karakter yang baik
Selanjutnya tugas kita sebagai orang tua mendoakan anak-anak kita agar kelak mereka menjadi pribadi tangguh yang mampu memegang amanah memimpin bangsa ini. 


Salam pembelajar
Syariful Banun
Disarikan dari berbagi sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Ketegasan Cinta 20 tahun yang lalu saya jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang akhwat jelita yang baru lulus SMA, cantik, berhijab...